Rabu, 24 Oktober 2012

Imagine

Requestnya Yolla. Disuruh post disini u,UV

WONDERSTRUCK

{Airin : I}

First Day


Ini hari pertama Airin di SMA. Ia memulainya dengan desahan pelan di ambang pintu sekolah barunya. Menghadapi kenyataan bahwa ia diharuskan untuk beradaptasi di lingkungan baru membuat perasaannya campur aduk. Tentu ia merasa senang karena akhirnya terbebas dari lebel anak SMP, dan kini ia sudah dapat di sebut sebagai seseorang yang dewasa. Tapi kenyataan bahwa ia harus pindah ke lingkungan baru dan memulai dari awal membuatnya gelisah. Ia berpikir mungkin perasaan itu yang membuatnya sakit perut tadi pagi sehingga harus menghabiskan setengah jam lebih di kamar mandi. Andai adaptasi di sekolah bisa dilakukan semudah adaptasi morfologi, hanya perlu untuk menyesuaikan bentuk tubuh dan semuanya selesai. Aku hanya perlu bergaul dengan spesiesku yang sama, dan masalah selesai, pikirnya. Namun tidak semudah itu. Jika ia pikir, semua manusia di sekolah ini adalah spesies  yang sama dengannya. Tapi, manusia bukanlah hewan , tidak semua diterima sebagai anggota, bahkan dengan morfologi yang sama.
Airin menaiki tangga dan akhirnya mendarat di lantai 2 ketika teman-temannya menghampirinya.
“Ay! Suntuk amat muka.” Sapa Soraya, merangkul bahu Airin.
“Aih… Berat tau Ray bawaan gue. Sana sana.” Keluh Airin sambil menangkis lengan Soraya dengan bahunya.
“Iya, iya…. Ngambek ya lo?” Tanya Soraya hati-hati.
“Kagak…. Buset tiap hari aja gue di bilang ngambek.”
“Abis muka lu gitu sih Ay…” Ujar Gendis.
“Ya muka gue emang kayak gini, mau gimana lagi.” Balas Airin dengan wajah bête.
“Iya iyaaaa Airin. Astaga. Lo di kelas berapa sih?” Tanya Gendis tak sabar.
“X3.”
“Tuh X3 di 208. Kelas gue di 202.”Kata Gendis sambil menunjuk ruangan yang dimaksud.
“Okelah. Eh, yang lain mana dah?” Tanya Airin.
“Pada di lantai 4… Si Irsa biasalah telat.” Balas Soraya.
“Okey… Gue ke kelas dulu ya. Bentar lagi bel kayaknya.” Kata Airin lalu melambaikan tangannya.
“Okeee.. Kita juga balik deh yaa…” Gendis dan Soraya membalas lambaian tangan Airin, lalu mereka berjalan ke kelas masing-masing.
                                                                        ***
Airin masuk ke kelasnya ketika murid laki-laki sedang tertawa terbahak-bahak. Membuat lame jokes-yang menurutnya tidak lucu sama sekali-,meneriakan kata kasar, dan ketawa lagi. Airin menghela napas. Ia harus tahan sekelas dengan para troublemaker yang terkenal seantero sekolah selama setahun.
Ia mengangkat kepalanya, mencari tempat duduk yang kosong. Tinggal baris kedua dan ketiga di barisan paling kanan. Oh, tentu saja. Barisan belakang pasti sudah dikuasai para ‘pembajak’, dan bagian depan para ‘kapten’. Airin memilih duduk di barisan ketiga, sehingga ia bisa menjadi ‘penumpang’ saja. Di barisan pertama ia melihat tempat pensil yang familiar. Daffa. Si bintang sekolah. Ia baru ingat karena kemarin ia melihat nama si jenius itu terselip di antara nama-nama lain, dan karena hanya namanya yang Airin kenal dari seluruh nama-nama itu.
Airin duduk di bangkunya lalu membuka tasnya dan mengeluarkan tempat pensil dan buku pelajaran pertama. Sejarah. Airin mengangkat alisnya.Waktu yang tepat untuk tidur,pikirnya.
Bel berbunyi.
Airin melirik bangku kosong di sebelahnya. Perutnya kembali sakit. Memikirkan siapa yang akan duduk di bangku sebelahnya selama satu tahun. Well, meskipun sekolahnya ini moving class, kecil kemungkinan bahwa setiap murid mau berganti teman sebangku setiap jam pelajaran. Airin membayangkan bahwa teman sebangkunya adalah anak yang berisik, selalu main hape ketika guru mengajar, dan mengorok ketika tidur. Membayangkannya saja membuat kepala Airin serasa dihantam kontainter.
Sekarang wali kelas sudah masuk. Dan belum ada yang mengisi bangku di sebelahnya. Semua murid sudah berada di tempatnya masing-masing. Dada Airin berdebar tak karuan. Ini aneh, karena kemarin Airin melihat di daftar nama dan jumlah murid di kelasnya ada 40 pas.
Ketika Bu Ena, wali kelasnya, masih sibuk membereskan berkas-berkas yang entahlah ia tahu, pintu terbuka. Seorang cowok yang ketika ia masuk langsung di sambut dengan keberisikan para pembajak.
“Wah Dion telat wah.”
“Parbet lu Yon. Wah wah wah.”
Dan kata-kata lainnya yang tidak Airin perdulikan. Ah, dia pernah mendengar tentang orang ini. Dion Barata. Cowok badung bersuku batak yang konon katanya bau bukan main. Selain itu ada juga yang mengatakan ia berisik, nilainya jelek bukan main dan oh, yang terbaru, ia tertangkap merokok oleh sekolah lamanya. Airin tak henti melantunkan ayat kursi di hatinya. Ia gelisah bukan main, gimana kalo Dion tiba-tiba overdosis atau kejang-kejang di sebelahnya? Airin memejamkan matanya. Ketika ia mendengar isyarat Bu Ena untuk menyuruh Dion duduk, Airin menghitung sampai 5 untuk membuka matanya.
5
4
3
2
1
Airin membuka matanya dan melirik pelan ke bangku sebelahnya. Dan…. Bangku itu masih kosong. Airin membelalakkan matanya dan mencari sosok berbadan besar itu ke kursi para pembajak. Fuh….Airin bernapas lega. Ia melihat sosok Dion tengah bercengkrama dengan temannya, yang Airin rasa bernama Satria.
Tapi ini tidak membuat kegelisahan Airin menghilang. Sekarang, Bu Ena tengah mengabsen murid-murid X3.
“Airinia Amelia.”
Airin mengangkat tangan. Shit, lagi-lagi absen pertama. Airin mendengus pelan.
“Feriska Anindita.”
Airin membelalakkan matanya. Anyone but her….Airin membatin. Sudah cukup baginya sekelas dengan para male troublemaker, tidak perlu berurusan dengan versi femalenya. This is gonna be a tough year…. Batinnya.
“Rama Zulkarnaen. Revan Bagaskara.”
Tidak ada yang mengangkat tangan.
“Revan Bagaskara.”
Tidak ada jawaban lagi.
“Ada yang tahu kabar Revan?”
Tidak ada lagi yang menjawab.
“Atau yang satu SMP?”
3 orang mengangkat tangan.
“Dari SMP mana?”
“SMP 7 bu.”
“Ada yang tahu kabar Revan? Dia sakit atau… Pindah sekolah?”
“Setau saya sih, dia nggak pindah, bu.” Jawab anak laki-laki yang duduk di baris tengah.
“Kenapa ya…” Gumam Bu Ena lalu menggerakkan pulpen di tangannya di atas kertas absen.
Tok Tok
Pintu terbuka. Seorang cowok dengan nafas terengah-engah berjalan masuk lalu menyalami Bu Ena. Semua mata tertuju padanya.
“Siapa namamu?” Tanya Bu Ena.
“Revan bu. Revan Bagaskara.” Jawabnya.
“Oh… Kamu yang namanya Revan. Kenapa kamu telat?”
“Macet bu.”
Jawaban klise.
“Maaf bu, saya janji nggak akan terulang lagi.” Tambahnya.
Airin mengangkat wajahnya. Mungkin cowok ini nggak seburuk yang dia kira.
“Ya, jangan diulangi lagi ya. Silahkan duduk.”
Cowok bernama Revan itu mengangguk sebelum menoleh ke kanan dan kiri, untuk mencari tempat kosong. Matanya menengok ke bangku sebelah Airin , sebelum akhirnya pandangannya dan Airin bertemu. Revan berjalan ke arah bangku Airin lalu segera mendudukinya.
Mata Airin tak terlepas dari sosok Revan, bahkan ketika ia duduk tepat di sebelahnya. Entah mantra apa yang dimiliki Revan, sehingga Airin tidak gelisah ketika Revan duduk di sampingnya. Gemuruh di perutnya pun sirna sempurna.
“Eh, gue duduk disini gapapa kan?” Tanya Revan dengan nada bersalah.
“Nggak, nggak apa-apa kok. Bangkunya kosong.” Jawab Airin sambil memalingkan pandangannya dari Revan.
“Oooh. Oke. Nama lo siapa? Dari SMP mana?” Tanya Revan ramah.
“Airin. Dari SMP 8.”
Revan menatap Airin terkejut. Airin membalasnya dengan tatapan bertanya.
“Anak pinter dong lo.” Ujar Revan dengan senyuman bangga, karena ia sebangku dengan murid dari sekolah unggulan se-Bekasi itu.
“Hmm… Gak juga.” Jawab Airin sambil tersenyum
Dan kemudian hening. Revan sibuk mengobrak-abrik tasnya, dan Airin membolak-balik buku sejarahnya. Airin melirik sejenak kea rah Revan. Entah kenapa ia ingin mengetahui identitas lengkap teman sebangkunya itu. Tentu ia sudah tau nama dan asal sekolahnya. Tapi, ia pikir setidaknya ia harus tahu sifat dan prestasi teman sebangkunya itu.
“Aish….”Gumam Revan, membuat Airin menoleh ke arahnya. “Eh, gue gak bawa tempat pensil nih, boleh pinjem pensil, nggak? Hehehe…” Kata Revan sambil menggaruk kepalanya dengan cengiran di wajahnya.
Kalau yang meminta cowok lain, Airin akan menjawabnya dengan sejuta alasan kenapa Ia tidak memijaminya pensil. Tapi, karena Revan yang meminta, Airin punya firasat baik tentang cowok di sebelahnya ini. Airin segera menyerahkan pensil caplet 2.0 kepada Revan.
“Wah… Makasih ya. Maaf nih hari pertama udah bikin lo repot aja, hehehe. Nggak gue ilangin deh, janji. Kalo ilang gue ganti kok…” Cerocosnya lalu tersenyum. Airin tidak bisa tidak membalas senyuman Revan dengan tersenyum pula.
“Santai aja, Van…” Jawab Airin sambil masih tersenyum.
Well, it’s not really gonna be a long tough year…..

                                                                      ***
Maap gaseru...... Lagi mampet -,-V

-siapaya~



Tidak ada komentar:

Posting Komentar