Cast: Hwang
Raekyo, Kim Junsu, Lee Hoya, Yun Jiae, Lee Byunghun, Jung Eunji, Melanie, etc.
Genre:
Romance, Angst
[WARNING] Do not imagine me as
Raekyo cause you will –surely- get sucks of it. Imagine her as someone you
think fit to her personality. Enjoy this fanfic till the end no matter what you
think of it hehe~ ^^
어디에
있는지?
무엇을
하는지? 오직 한 사람만을 생각하고
있기에~
“HWANG RAEKYO!”
Mata Raekyo terbuka kaget. Ia melihat sekelilingnya.
Memastikan tidak ada gempa, kebakaran ataupun hal-hal menyeramkan lainnya. Ia
masih baik-baik saja. Lantas, kenapa ibunya meneriakinya? Padahal ini hari
Sabtu dan ia tak ada kegiatan apapun. AH? Apakah hari ini hari kelulusan
Oppa?, batinnya. Ia segera membuka pintu kamarnya.
“Choisonghaeyo eomma, aku mandi sekarang terus
kita berangkat ya. Atau eomma mau kesana duluan terus aku nyusul naik taksi?”
Cerocos Raekyo panik.
“Kamu ngomong apa sih?” Gumam Nyonya Hwang
heran. “Hari kelulusan Oppamu itu
masih minggu depan. Kamu pasti ngira hari ini hari kelulusan oppamu kan?”
“Oh… Minggu depan ya… He.” Raekyo nyengir dengan
tampang bodoh sebodoh-bodohnya.
“Ini, ada ini di kotak pos. Untukmu.” Nyonya
Hwang segera menyerahkan sebuah amplop pada Raekyo.
Sebuah amplop biru lagi?, batin Raekyo.
“Gomawo, eomma.” Ujar Raekyo, menatap eommanya.
Ia tersenyum, memberi isyarat bahwa ia ingin membukanya sendiri. Nyonya Hwang
membalas senyum anaknya, lalu segera beranjak ke dapur.
Raekyo menutup pintu kamarnya. Ia menghela napas
panjang. Ia duduk di kasurnya dan membuka amplop itu perlahan, lalu dibacanya
kata-kata yang tertulis di dalamnya.
There is a girl that only knows me
Who is like a star, always in place, that shines on me
To me who is selfish and foolish
She says thank you, I love you, so I shed tears
Now I will become your sky so you can brilliantly shine
Who is like a star, always in place, that shines on me
To me who is selfish and foolish
She says thank you, I love you, so I shed tears
Now I will become your sky so you can brilliantly shine
I, who only knows you, am here
I was a boy who was too coward to say I love you
Whether you laughed or cried, I didn't know
And I only made you wait, I hated myself for that
I hated the tears that you were shed, I won't hurt you anymore
I was a boy who was too coward to say I love you
Whether you laughed or cried, I didn't know
And I only made you wait, I hated myself for that
I hated the tears that you were shed, I won't hurt you anymore
Will you love with me forever?
On this path alone, I can't see anything
I can't live without you
You are the only light to me
Dear my sweetest memories, don’t step away. Just wait, only a little bit. I will come back. Give me a permission to fly away. To make this thoughts in my head become real. I promise, I will make a graceful moments with you. Until that, don’t forget those precious one that we’ve been made.
On this path alone, I can't see anything
I can't live without you
You are the only light to me
Dear my sweetest memories, don’t step away. Just wait, only a little bit. I will come back. Give me a permission to fly away. To make this thoughts in my head become real. I promise, I will make a graceful moments with you. Until that, don’t forget those precious one that we’ve been made.
“Even though
there maybe times It seems I'm far away, never wonder where I am. 'Cause I’m
always by your side.”
-Lost pieces of
your memories-
Raekyo terdiam. Ia berusaha mencerna yang
dimaksud surat itu. Ia tahu siapa pengirimnya. Tapi ia tak mengerti maksud isinya.
Tiba-tiba matanya terbuka lebar. Ia
segera menarik asal jaket dari lemarinya, lalu berjalan cepat keluar.
PUK!
Bahunya menyenggol bahu seseorang. Byunghun.
“Ada apa kau buru-buru?” Tanya Byunghun heran.
“Oppa, dia pergi kemana Oppa?” Tanya Raekyo dengan
wajah meme- rah. Wajah takut. Takut kehilangan semuanya.
“Siapa yang kau maksud?”
“Kim Junsu… Dia kemana? Kemana oppa?”
“Kim Junsu…” Byunghun menghela napas. “Dia akan
kuliah di Oxford.
Dia akan menyusul kakaknya yang kuliah dan
tinggal disana. Oh iya, dia bilang pesawatnya berangkat hari ini jam 9.50.”
“9.50…” Raekyo melirik jam tangannya. 08.45.
Tanpa membuang waktu, Raekyo segera berlari keluar dari rumahnya.
“YAH! MAU KEMANA KAU, RAEKYO? YAH! HWANG
RAEKYO!” Seru Byunghun lantang, meskipun tak ada balasan dari sang adik.
***
“Incheon Airport.” Kata Raekyo segera setelah
memasuki taksi. Raekyo mencoba mengatur napasnya. Ia berlari dari rumahnya ke
pusat kota supaya bisa mendapat taksi. Tak heran napasnya terengah-engah begitu
duduk di dalam taksi.
Tanpa menunggu perintah lagi, si supir taksi
segera melajukan taksi dengan cepat.
Raekyo menerawang ke jendela. Ia menatap
pantulan wajahnya. Mata- nya yang sayu karena belum mencuci muka, dan bibirnya
yang kering karena belum minum. Ditambah badannya yang lengket karena belum
mandi. Raekyo menyesali dirinya yang tidak bangun pagi. Padahal kalau dia bangun pagi, dia bisa lebih rapi datang ke
bandara.
DAR!
Suara petir mulai menggema seraya warna langit
yang mulai menghi- tam. Segerombol air langit jatuh dan membuat suara gaduh
terdengar dari dalam taksi yang sedang Raekyo tumpangi.
Hujan,batinnya. Akankah memperlambat semuanya?
“Aigoo… This morning our Seoul is wet with heavy
rain. Kayaknya, kami punya lagu yang pas nih buat situasi sekarang buat para
pendengar, benar kan Saehyun ssi?” Suara seorang penyiar radio membuyarkan kesepian di taksi itu.
“Majjayeo Daehun ssi. Let’s enjoy our next song by BEAST, 비가 오는 날엔.”
On Rainy Days – B2ST/BEAST
sesangi eoduwojigo
joyonghi biga naerimyeon
yeojeonhi geudaero
oneuldo eogimeobsi nan
beoseonajil motane
neoui saenggak aneseo
ije
kkeuchiraneun geol aljiman
miryeoniran geol aljiman
ije anil geol aljiman
geukkajit jajonsime neol japji motaetdeon naega
jogeum aswiul ppuninikka
biga oneun naren nareul chajawa
bameul saewo goerophida
biga geuchyeogamyeon neodo ttaraseo
seoseohi jogeumssik geuchyeogagetji
chwihaenna bwa geuman masyeoya doel geot gatae
biga tteoreojinikka nado tteoreojil geot gatae
mwo nega bogo sipdageona geureon geon anya
daman uriga gajin sigani jom nalkaroul ppun
nega cham johahaesseotdeon ireon narimyeon
ajik neomu saengsaenghan gieogeul kkeonaenoko
chueogiran deoche ilbureo bareul deullyeonwa
beoseonaryeogo balbeodungjocha chiji anha
ije
neoreul da jiwonaetjiman
modu da biwonaetjiman
ttodasi biga naerimyeon
himdeulge sumgyeonwatdeon neoui modeun gieokdeuri
dasi dorawa neol chatna bwa
biga oneun naren nareul chajawa
bameul saewo goerophida
biga geuchyeogamyeon neodo ttaraseo
seoseohi jogeumssik geuchyeogagetji
neoegero
ijen doragal gireun eobtjiman
jigeum haengbokhan neoreul bomyeo
nan geuraedo useobolge neol jabeul su isseotdeon
himi naegen eobseosseunikka
biga oneun naren nareul chajawa
bameul saewo goerophida
biga geuchyeogamyeon neodo ttaraseo
seoseohi jogeumssik geuchyeo gagetji
eochapi kkeutnabeorin geol ije wa eojjeogesseo
dwineutge huhoena haneun geoji deoltteoreojin nomcheoreom
bineun hangsang onikka gyesok banbokdoegetji
geuchigo namyeon geujeseoya nado geuchigetji
bineun hangsang onikka gyesok banbokdoegetji
geuchigo namyeon geujeseoya nado geuchigetji
joyonghi biga naerimyeon
yeojeonhi geudaero
oneuldo eogimeobsi nan
beoseonajil motane
neoui saenggak aneseo
ije
kkeuchiraneun geol aljiman
miryeoniran geol aljiman
ije anil geol aljiman
geukkajit jajonsime neol japji motaetdeon naega
jogeum aswiul ppuninikka
biga oneun naren nareul chajawa
bameul saewo goerophida
biga geuchyeogamyeon neodo ttaraseo
seoseohi jogeumssik geuchyeogagetji
chwihaenna bwa geuman masyeoya doel geot gatae
biga tteoreojinikka nado tteoreojil geot gatae
mwo nega bogo sipdageona geureon geon anya
daman uriga gajin sigani jom nalkaroul ppun
nega cham johahaesseotdeon ireon narimyeon
ajik neomu saengsaenghan gieogeul kkeonaenoko
chueogiran deoche ilbureo bareul deullyeonwa
beoseonaryeogo balbeodungjocha chiji anha
ije
neoreul da jiwonaetjiman
modu da biwonaetjiman
ttodasi biga naerimyeon
himdeulge sumgyeonwatdeon neoui modeun gieokdeuri
dasi dorawa neol chatna bwa
biga oneun naren nareul chajawa
bameul saewo goerophida
biga geuchyeogamyeon neodo ttaraseo
seoseohi jogeumssik geuchyeogagetji
neoegero
ijen doragal gireun eobtjiman
jigeum haengbokhan neoreul bomyeo
nan geuraedo useobolge neol jabeul su isseotdeon
himi naegen eobseosseunikka
biga oneun naren nareul chajawa
bameul saewo goerophida
biga geuchyeogamyeon neodo ttaraseo
seoseohi jogeumssik geuchyeo gagetji
eochapi kkeutnabeorin geol ije wa eojjeogesseo
dwineutge huhoena haneun geoji deoltteoreojin nomcheoreom
bineun hangsang onikka gyesok banbokdoegetji
geuchigo namyeon geujeseoya nado geuchigetji
bineun hangsang onikka gyesok banbokdoegetji
geuchigo namyeon geujeseoya nado geuchigetji
Raekyo menyenderkan kepalanya ke
jendela taksi. Merasakan dinginnya udara
hujan. Ia mendekap dirinya sendiri, mencoba menghangatkan tubuhnya. Lalu ia
terlarut dalam hujan dengan alunan lagu radio, dan juga air matanya yang
mengalir sederas hujan yang tengah turun.
***
Akhirnya Raekyo mendaratkan kakinya ke tempat
yang ia tuju. Tanpa buang waktu, Raekyo berlari memasuki gedung besar itu.
Setelah masuk, ia berhenti di hadapan
layar besar berisi waktu keberangkatan maskapai penerbangan. Ia mencari dengan
teliti.
“London, 9.50. London, 9.50… Ah! Got it!” Raekyo
meneliti kapan penumpang akan memasuki pesawat, dan sepertinya pesawat itu mengalami delay karena hujan yang deras.
Raekyo segera berlari ke arah waiting room
maskapai penerbangan itu. Ia berhenti. Meneliti siapa tahu orang yang ia cari
berada di depannya.
Matanya menatap sebuah punggung. Orang itu
memakai jaket jeans dengan membawa koper hitam dan tas ransel, di tangannya ia
meme- gang paspor dan sebuah buku. Punggung itu membalikkan badannya, wajahnya
terlihat sedih. Sedih untuk pergi. Sedih untuk mengucapkan selamat tinggal.
Punggung itu berbalik lagi dan berjalan perlahan.
Raekyo melihat wajah itu, segera ia berlari
menuju punggung itu.
BUK!
“Choisonghamnida, choisonghamnida.” Berkali-kali
ia menabrak orang- orang di sekitarnya.
Akhirnya, ia sampai. Ia berdiri di depan punggung itu. Dengan perlahan, ia
berjalan. Langkahnya lama-lama menjadi cepat. Ketika punggung itu mempercepat
jalannya, ia berlari. Ia tak mau
melepaskannya. Ia tak mau semuanya hilang. Ia mau semuanya kembali lagi. Tanpa
ragu, ketika wajahnya hanya berjarak sejengkal dari punggung itu, ia
memeluknya. Dibiarkannya air mata itu turun sederas- derasnya. Ia biarkan semua
perasaannya tumpah tak bersisa.
“Kajima…” Katanya lirih. Napasnya masih
sesunggukan karena menangis.
Punggung itu membalikkan badannya. Raekyo
menatap wajahnya, dengan masih air mata yang turun.
Laki laki itu, Kim Junsu, meletakkan semua
barang bawaannya dan menghapus kesedihan di wajah gadis di hadapannya dengan
kedua tangannya.
“Babo ya? Lo pengecut. Bisanya lari dari
masalah. Laki-laki macam apa lo? Laki-laki payah!” Raekyo memukul dada
laki-laki di depannya bertubi-tubi. Kim Junsu, tanpa berkata, menarik tangan
Raekyo dan melingkarkannya ke pinggangnya. Tangannya mendekap kepala perempuan
di hadapannya. Sementara, Raekyo tetap menangis, di dalam pelukan Kim Junsu.
“Lo juga bodoh. Lo ngapain nyusul gue kesini,
hah? Masih pake piyama pula. Kalo bukan lo, gak akan berani gue meluk orang
teler pake piyama
di tempat umum kayak gini.” Kim Junsu
mempererat pelukannya. “Tapi kebodohan lo
itu bikin lo lebih lucu.”
“Kenapa gue bisa suka sama orang bodoh kayak lo,
Kim Junsu?” Tanya Raekyo, yang sebenarnya sudah tau jawaban akan pertanyaan
itu.
“Karena…. Takdir. Hahahahaha.” Jawab Junsu asal.
“Hah… Menyebalkan.” Raekyo mencubit lengan Junsu
kesal. Junsu meringis pelan. Lalu, keduanya melepaskan pelukan.
“Berapa lama?” Tanya Raekyo.
“4 tahun paling lama.” Jawab Junsu. Raekyo
menundukkan wajahnya. “Tapi aku akan berkunjung setiap liburan.”
Raekyo mengangkat wajahnya, berusaha tersenyum
sebisa mungkin.
“Benar?” Tanya Raekyo.
“Benar.”
“Yaksok?” Raekyo mengulurkan kelingkingnya.
Junsu menatap Raekyo lalu tersenyum. Tanpa ragu, ia mengulurkan kelingkingnya,
dan mengikatnya dengan kelingking Raekyo.
“Yaksok.”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar