Senin, 19 Desember 2011

[Fanfic] With All My Heart (oneshot)


Cast : Jung Yoora, Kim Jaejoong.
Genre : Angst, Romance.
WARNING! BAHASA LEBAY PARAH, TYPO DIMANA-MANA, PLOT PASARAN, DAN SEGALA KEKURANGAN DISANA SINI. MAAF BANGET YAAAAHHH, MAKLUM FANFIC PERTAMA. TERIMA KASIH UDAH MAU BACA. RCL YAAAAA (?). TERAKHIR, JANGAN BAYANGIN YOORA ITU GUE.

Sha-la-la-la-la
Sha-la-la-la-la
Dentingan melodi yang indah itu tertangkap telingaku. Memang indah, tapi itu dulu, sebelum sesuatu mengubahnya.
Flashback
Saturday, 9th of June 2007 5:00 PM.
            Hari itu, aku bertemu dengan seorang namja disebuah toko alat musik. Ia memakai baju lengan panjang berwarna hitam yang terlihat sedikit longgar, celana jeans hitam, dan topi. Ia sedang melihat-lihat piano yang ada disana. Tiba-tiba, handphone-nya berdering, ia pun segera mengangkatnya.
“Yoboseyo? Ne, umma. Waeyo?”, sapanya dengan lembut. Suaranya merdu sekali.
“Joongie harus pulang sekarang? Arraso. Ne, annyeong.”,
            Joongie? Itukah namanya? Waaah, nama panggilannya lucu sekali. Kulihat dia berjalan kearah kertas not balok. Ah iya, aku kan juga ingin membelinya. Akupun mengambil satu-satunya gulungan kertas not balok yang tersisa. Tak disangka-sangka, ia juga mengambilnya. Tanganku dan tangannya tak sengaja bersentuhan. Refleks kami menarik tangan kami masing-masing.
“Ah mianhamnida. Kau saja yang mengambilnya.”, ucapnya.
“Aniyo, kau duluan yang mengambilnya.”, ucapku sopan.
“Kau saja. Mungkin kau lebih butuh. Lagipula kau yeoja, jadi namja harus mengalah untuk yeoja.”
“Ani, kau saja.”
“Ah permisi, aku mau mengambil kertas not balok itu.”, ucap seorang ahjumma menyela pembicaraan kami dan mengambil kertas itu.
“Aah, mianhamnida …”, ucapku menggantung.
“Kim Jaejoong.”, ucapnya. Rupanya dia mengerti maksudku.
“Ah ne, mianhamnida Kim Jaejoong-shi. Kau tidak bisa membeli kertas itu karena aku.”
“Ah, Gwaenchanha …”
“Jung Yoora imnida.”
“Gwaenchanha, Yoora-ssi.”, balasnya sambil tersenyum padaku. Aaah, senyumnya seperti malaikat.
            Akhirnya kami pulang bersama. Kebetulan rumahnya searah dengan rumahku. Sejak saat itu kami pun dekat. Kami sering jalan-jalan bersama, makan siang, atau berkirim pesan. Seperti sore ini, kami duduk di tepi sungai Han sambil  berbincang dibawah sebuah pohon yang rindang.
Saturday, 8th of September 2007 4:30 PM.
You used to call me your angel
Said I was sent straight down from Heaven
“Yoora-ya, kau mau dengar aku bernyanyi?”, ucapnya seraya menatap mataku.
“Jeongmal? Kau bisa bernyanyi, oppa?”, mataku membulat mendengar pertanyaannya.
“Tentu. Bagaimana? Kau mau mendengarnya?”
“Ne, oppa.”

Over every night and over every day 
Stay by my side only 
Will you become my girlfriend 
To fill the empty left side of my heart? 
Look carefully, you're inside my eyes 
I'm only a heartbeat away 


Silently close your eyes and turn around 
The wind carries these words (my voice) 
"I love you so much, my heart might explode" 
I'm the only your heartbeat 

Every night, every day
The world becomes more beautiful 
The moment I saw you 
You were the biggest present the heavens have sent me 
You're my only one 

Over every night and over every day 
Stay by my side only 
Will you become my girlfriend 
To fill the empty left side of my heart? 
Look carefully, you're inside my eyes
I'm only one 

I'm here to love you 
I'm only one heartbeat away

Aku tersenyum mendengar suaranya. Suaranya indah sekali. Hatiku terasa tenang saat mendengarnya. Liriknya begitu manis. Andai ia menyukaiku, tapi itu tidak mungkin. Aku tak pantas untuknya.
“Cheonsa-ya! Kenapa kau melamun?”, ia melambai-lambaikan tangannya didepan wajahku.
“Aah, miahae, oppa. Tadi oppa memanggilku apa? Cheonsa?”, tanyaku bingung.
“Ne, senyummu seperti malaikat  jadi aku memanggilmu ‘Cheonsa’. Kau suka?”
“Waaaah, gomawo oppa. Johayo! Oppa, aku ingin memanggilmu ‘Cheonsa-oppa’ juga. Bolehkah?”, tanyaku penuh harap.
“Waeyo?”
“Karena oppa adalah malaikat pelindungku.”, jawabku malu-malu.
“Jeongmal? Ne, kalau begitu kita Cheonsa Couple!”, ucapnya bersemangat sambil merangkulku.
“Cheonsa Couple? Memangnya kita Couple? Kita kan teman, oppa.”
“Kita ini couple, Cheonsa-ya. Baru saja aku menyatakan perasaanku padamu. Apa kau tidak sadar?”, ujarnya sedikit kecewa.
“Tapi aku kan belum menjawab, oppa.”, rajukku, aku takut ia marah.
“Kalau begitu, apa jawabanmu? Will you be my girlfriend, Jung Yoora?”
“I will.”, jawabku sambil menampakkan senyum terbaikku.
Kedua matanya membulat sempurna. Jelas sekali ia kaget dengan jawabanku. Beberapa detik kemudian, kurasakan sepasang tangan yang kekar melingkar di pinggangku.
 “Gomawo, Cheonsa-ya.”, ujarnya sambil mengelus rambutku.
“Ne, Cheonsa-oppa.”, gumamku dalam pelukkannya.
Matahari terbenam itu menjadi saksi bisu dimulainya hubungan kami berdua. Aku merasa mejadi orang paling bahagia di dunia. Aku beruntung dapat memilikimu, oppa.
Monday, 17th of December 2007 10:00 AM.
Hari ini aku akan mengunjungi Jaejoong oppa di lokasi pembangunan rumah kami. Ya, kami akan segera menikah tahun depan. Maka dari itu, Jaejoong oppa mempersiapkan sebuah rumah untuk kami.
‘Chajatda nae sarang naega chatdeon saram, ddeugeopge anajugo shipeo’
“Yoboseyo? Waeyo, oppa?”, aku mengangkat telepon. Ternyata dari Jaejoong oppa.
Neon eodie?”
“Aku masih dijalan, oppa. Wae?”
“Ppalli! Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan.”
“Ne, sebentar, oppa. Sudah ya, annyeong!”
“Annyeong!”
Kututup handphone ku. Aku memacu kecepatan mobilku. Batinku bertanya-tanya,  ‘Apa yang ingin ia tunjukkan?’. Aku menyetir dengan tergesa-gesa. Sampai akhirnya,
‘CKIIIIT BRAK BRUK’
Mobilku menghantam truk barang. Tubuhku menghantam setir mobil. Kaca mobilku pecah tertimpa barang bawaan truk tersebut. Itu yang terakhir kulihat, sebelum semuanya gelap.
6:30 PM.
Aku terbangun karena aku merasakan ada yang memegang tanganku. Aku mencium bau obat-obatan yang menyengat. Ini pasti rumah sakit. Aku ingin bergerak, tapi tak bisa.
“Oppa…”, ucapku lirih.
“Ne? Cheonsa, kau sudah sadar?”, sahutnya. Dari nada suaranya aku tahu ia khawatir.
“Hmm, aku dimana? Kenapa semua gelap? Kenapa tubuhku sulit digerakkan?”
“Kau dirumah sakit. Matamu memang diperban.”
“Memangnya mataku kenapa, oppa? AAAAAA…”, jeritku kesakitan.
“Waeyo, Yoora? Gwaenchanha?”
“Jantungku sakit sekali, oppa!”
“Tunggu sebentar aku panggilkan dokter.”
Dokter pun datang dan memeriksaku. Dapat kurasakan alat-alatnya menyentuhku. Dapat kudengar ia memanggil Jaejoong oppa. Ada apa? Terdengar bisikan Jaejoong oppa dan dokter itu.
“Ada apa,dok? Yoora baik-baik saja kan?”, tanya Jaejoong oppa.
“Hmmm, sebenarnya ada masalah. Matanya rusak akibat terkena pecahan kaca. Kami tidak tahu apakah ia dapat melihat lagi atau tidak. Itu tergantung hasil saat perbannya dibuka besok pagi. Dan yang lebih parah adalah jantungnya. Jantungnya bocor karena benturan keras terhadap setir mobil. Tulang rusuknya juga retak. Kami harus segera mencari donor jantung untuknya. Jika dalam 3 hari belum ada pendonor, mungkin kita akan kehilangannya.”, jelas dokter tersebut panjang lebar. Napasku tercekat. Aku tak tahu harus bagaimana. Apa hidupku akan berakhir 3 hari lagi? Apa aku akan hidup dalam kegelapan? Dan yang lebih kutakuti adalah, apa Jaejoong oppa masih mau menerima orang cacat sepertiku? Air mataku mengalir saat memikirkannya. Aku tidak punya siapa-siapa lagi selain Jaejoong oppa.
Tuesday, 18th of December 2007 8:30 AM
Hari ini perban di mataku akan dibuka. Sejak tadi malam aku terus memegangi tangan Jaejoong oppa. Aku takut gelap. Aku berfikir, bagaimana jika hidupku akan selamanya gelap? Aku benar-benar ketakutan. Kudengar pintu terbuka dan suara beberapa langkah orang. Mungkinkah itu dokter? Inikah saatnya perbanku dibuka?
“Annyeong, Yoora-ssi, Jaejoong-ssi. Nah, Yoora-ssi, apakah anda sudah siap?”, tanya dokter itu.
“Ne, dokter.”, ujarku gugup.
“Baiklah suster, tolong buka perbannya sekarang.” kurasakan perbanku mulai dibuka. Jaejoong oppa pun mengeratkan genggamannya seolah memberi kekuatan padaku.
“Tenanglah, semua akan baik-baik saja, yeobo.”, bisiknya di telingaku.
“Yoora-ssi, perbannya telah dibuka. Coba buka mata anda pelan-pelan. Jangan dipaksakan.”, ucap dokter itu.
Perlahan tapi pasti, kubuka kedua mataku. Aku rasa aku sudah membukanya. Tapi mengapa masih gelap? Aku menutup mataku lagi dan membukanya perlahan. Tetap gelap. Apa aku..
“Kenapa gelap sekali? Apa mati lampu? Perbanku belum dibuka ya?”, ujarku panik.
“Mianhamnida, Yoora-ssi. Mata anda rusak dan anda mengalami kebutaan permanen.”, sesal dokter itu.
“Ini pasti tidak mungkin! Ini salah!”, aku mengosok mataku dengan gusar, mencoba mengerejapkannya, tapi tetap gelap.
“ANDWAE!!! AKU TIDAK BUTA, OPPA! AKU TIDAK MAU BUTA! AAAAAAAA”, teriakku frustasi.
“Cheonsa-ya, tenanglah.”, ujarnya sambil memelukku. Pelukannya membuatku sedikit tenang.
“Oppa, eotteohke? Aku buta sekarang. Lebih baik oppa cari yeoja lain saja, yang sempurna, tidak cacat sepertiku.”, ujarku lirih. Entah mengapa kata-kata itu terlintas di otakku.
“Babo! Mana mungkin aku mencari yeoja lain? Aku hanya mencintaimu, cheonsa-ya.”, pekiknya sambil menepuk kepalaku pelan.
“Lagipula umurku tinggal 2 hari lagi kan, oppa? Jantungku bocor dan aku tahu mencari donor jantung itu tidak mudah.”
“Jangan berkata seperti itu! Aku akan berusaha agar kau bisa sembuh.”
“Aku harap begitu, oppa.”, aku tertidur dipelukkannya.
Wednesday, 19th of December 2007 9:00 AM
Aku kecewa sekali. Kau tahu? Jaejoong oppa sering pergi sekarang. Seperti saat ini, aku sendirian di ruang rawatku. Aku tak tahu ia pergi untuk apa. Ia tidak pernah menjawabnya.
“Apa Jaejoong oppa sengaja menjaga jarak denganku? Agar jika aku mati nanti, ia tidak terlalu sedih.”, gumamku.
“Apa Jaejoong oppa mencari yeoja lain?”, kraaaak, terdengar suara pintu terbuka.
“Apa yang baru saja kau katakan, Yoora-ya!?”, bentaknya padaku. Aku tahu itu Jaejoong oppa.
“Ah oppa sudah datang. Sudah dapat yeojachingu baru ya? Chukkae!”, ujarku dingin.
“Maksudmu apa, Yoora!?”, bentaknya semakin keras. Kurasakan tangannya menggenggam tanganku.
“Aku tahu semuanya, oppa. Aku tahu oppa sengaja menjauh dariku dan mencari yeojachingu baru kan? Terserah oppa. Toh besok juga aku sudah mati.”, aku menghempaskan tangannya begitu saja.
“TERSERAH APA KATAMU, JUNG YOORA!”, pekiknya sambil membanting pintu ruang rawatku.
Saat itupun air mata yang sedari tadi kutahan tumpah. Jujur, hatiku sangat sakit ketika aku mengatakannya. Aku menyesal. Sungguh aku tidak bermaksud menyakitinya. Ah, jeongmal mianhaeyo, oppa.
Kudengar suara pintu terbuka. Mungkinkah itu Jaejoong oppa?
“Annyeonghaseyo, Yoora-ssi.”, suara dokter itu tertangkap pendengaranku.
“Annyeonghaseyo.”, sapaku.
“Donor jantung dan mata untuk anda sudah ada, Yoora-ssi. Besok pagi kita mulai operasinya.”
“Benarkah? Tapi boleh saya tahu siapa pendonor itu? Agar saya bisa berterima kasih kepada keluarganya.”
“Mianhamnida, Yoora-ssi. Tapi pendonor ini tidak mau diketahui identitasnya.”
“Ah, baiklah. Kamsahamnida, dokter.”
“Ne. Annyeong, Yoora-ssi.”
“Annyeong.”
Siapa pendonor itu? Mengapa ia tidak mau identitasnya diketahui?Ah yasudahlah, lebih baik aku menelepon Jaejoong oppa saja. Tapi tunggu dulu, apa Jaejoong oppa masih mau menerimaku? Lebih baik aku tidak memberitahunya.

Thursday, 20th of December 2007 8:00 AM
Kini, hari yang kutunggu telah tiba. Hari ini aku akan dioperasi. Aah, aku ingin cepat melihat kembali. Rasanya, 3 hari tidak melihat, hidupku bosan sekali. Sekarang, aku berada di taman rumah sakit. Merasakan udara pagi yang segar.
“Andai Jaejoong oppa ada disini. Pasti menyenangkan.”, ujarku lirih. Ya, tadi malam memang Jaejoong oppa tidak menemaniku dirumah sakit. Bahkan, sejak kemarin, kami belum berbicara lagi. Seseorang menepuk pundakku dan berkata.
“Annyeonghaseyo, Yoora-ssi. Operasi akan dimulai 15 menit lagi. Mari saya antar ke ruang operasi.”, ujar suster itu ramah.
“Ne.”, aku dituntunnya menuju ruang operasi. Sesampainya disana, aku diminta berbaring karena aku akan dibius.
“Baiklah, operasi akan dimulai. Anda siap, Yoora-ssi?”, tanya dokter itu.
Aku mengangguk. Dokter itupun menyuntikan obat bius padaku. Setelah itu, semuanya gelap.
5:00 PM
“Nggghhhh...”, gumamku.
“Oh, anda sudah sadar, Yoora-ssi? Bisakah anda duduk? Saya akan membuka perban di mata anda.”, ucap suster itu lembut.
“Ne.”, aku mencoba untuk duduk. Setelah itu perbanku dibuka. Perlahan, aku membuka mataku, dan aku bisa melihat!
“Yoora-ssi. Ada titipan dari pendonor jantung dan mata untuk anda. Ia bilang lihat ini setelah anda keluar dari rumah sakit.”, suster itupun memberi sebuah kotak padaku.
“Ne, kamsahamnida. Suster, kapan saya boleh pulang?”
“Anda bisa pulang 3 hari lagi. Tapi minggu depan anda harus kontrol ke rumah sakit untuk mengecek jahitan di dada anda.”, jelas suster itu.
“Kamsahamnida, suster.”
“Ne.”, suster itupun keluar dari ruang rawatku. Aku melihat kotak bermotif koran itu. Kira-kira siapa yang memberikannya? Dan apa isinya?
Sunday, 23rd of December 2007 9:00 AM
Whoaaaah, akhirnya aku bisa keluar dari rumah sakit setelah 6 hari dirawat. Aku bergegas menuju kamar dan membuka kotak itu. Ada banyak kertas disana. Kubaca kertas itu satu persatu. Struk belanja? Tiket bioskop? Tiket kereta? Tiket bus? Bill? Apa apaan ini? Ada sebuah kertas kecil berwarna hijau terselip diantara kertas-kertas itu. Aku pun mengambil dan membacanya.
‘Cheonsa-ya, lihat isi CD itu.’ Cheonsa-ya? Mungkinkah ini dari Jaejoong oppa? Kenapa perasaanku jadi tidak enak begini? Aku mengobrak-abrik kotak itu dan menemukan sekeping CD lalu memutarnya.
“Annyeonghaseyo, Kim Jaejoong imnida.”, sapanya dengan senyum malaikatnya itu.
“Cheonsa-ya, aku sengaja membuat video ini untukmu. Karena kau ingin kau selalu ingat padaku. Dari pertama kita bertemu, aku langsung menyukaimu. Kau orang yang ramah, baik,dan cantik tentunya. 8 September 2007, ditepi sungai Han, sore itu, aku menyatakan perasaanku padamu. Tak kusangka kau menerimanya. Woaaah, aku bahagia sekali. Aku tidak mau berlama-lama. Aku memutuskan tahun depan akan melamarmu dan kita akan menikah. Aku mulai membangun rumah untuk kita nanti. 17 Desember 2007, saat kau akan mengunjungiku ke lokasi pembangunan rumah kita, kau kecelakaan. Aku mengemudi secepat mungkin. Kau tahu bagaimana perasaanku? Aku khawatir setengah mati! Aku menghampirimu yang terbaring di kasur rumah sakit dengan mata diperban. Dokter mengatakan kau buta dan jantungmu bocor. Ia mengatakan kalau kau tidak mendapat donor jantung, kau mungkin tidak bisa diselamatkan. Aku takut, aku takut kehilanganmu. Keesokannya, aku mencari donor jantung untukmu. Aku mencari ke setiap rumah sakit, tapi tidak ada. Ini alasanku meninggalkanmu hari itu. Aku tahu kau marah, tapi aku tak tahu harus bagaimana. Mianhae, cheonsa-ya.”, pandanganku mulai kabur karena saat ini air mata telah membasahi kedua pipiku. Kenapa layarnya hitam? Apa sudah habis? Atau rusak? Huh? Kenapa ada aku disitu? Aku menangis? Terdengar percakapanku dan dokter itu. Jadi, Jaejoong oppa tidak meninggalkanku? Ia selalu disisiku?
“Huaaaaa, uri cheonsa sedang tidur kekeke. Jaljayo~”, bisiknya. Terlihat wajahku saat tidur. Jaejoong oppa merekamnya? Terlihat aku sedang berada di taman rumah sakit keesokan harinya.
“Sungguh cantik. Andai aku bisa melihatmu lagi, Cheonsa-ya.”, Jaejoong oppa berada disisiku. Yah, agak jauh. Tapi kenapa ia tidak menghampiriku? Jaejoong oppa mengikutiku ke ruang operasi. Ia merekamku saat aku sudah tak sadar.
“Cheonsa-ya, aku menyayangimu. Cinta tak harus memiliki. Cinta bukan berarti kau harus selalu bersama, selalu ada disisinya. Bukan itu, tapi cinta, butuh pengorbanan. Jadi, aku memutuskan memberikan jantung dan mataku untukmu. Aku ingin memberimu kehidupan. Aku ingin, setiap detak jantungku, yang ada ditubuhmu nanti, akan mengingatkanmu padaku. Aku ingin, mataku, yang akan menjadi matamu juga, melihat indahnya dunia. Tak ada tangis lagi. Aku tahu, jika aku melakukan ini, kau pasti akan marah. Tapi aku lebih baik begini, daripada melihatmu menderita seperti itu. Saat kau melihat video ini, aku pasti sudah tidak ada. Satu hal yang harus kau tahu dan harus kau ingat. Aku mencintaimu, Cheonsa-ya. Mungkin memang kita tidak ditakdirkan untuk bersama di dunia. Tapi aku yakin, kita pasti akan bersatu di alam sana. Aku pasti akan merindukanmu, aku menunggumu disana. Hmmmm, aku akan menyanyikan beberapa bait lagu, dengarkan ya.”
Sha-la-la-la-la
Sha-la-la-la-la
You used to call me your angel
Said I was sent straight down from Heaven
You’d hold me close in your arms
I loved the way you felt so strong
I never wanted you to leave
I wanted you to stay here holding me
“Nah, itu saja. Aku belum selesai membuat liriknya. Bisa kau lanjutkan, Cheonsa-ya?”, pintanya penuh harap. Kulihat jarum suntik telah disiapkan, pertanda operasi akan segera dimulai.
“Cheonsa-ya, operasi akan dimulai. Hmm, aku harap kau tidak marah padaku. Jaga dirimu ya.”, jarum suntik menembus kulitnya.
“Sa-rang-hae-Ju-Jung-Yoo-Ra…”, kulihat matanya tertutup dan setetes air mata mengalir disudut matanya.
“OPPAAAAAAA!!!!”, air mataku mengalir deras. Aku menemukan sebuah alamat dari kotak itu. Aku pun mencari alamat itu, masih dengan air mata yang berlinang. Pemakaman? Di batu nisan itu tertulis nama Kim Jaejoong.
“Apa oppa pikir ini yang aku inginkan!? Aku lebih baik buta dan kesakitan daripada harus kehilanganmu…”, ujarku sambil memeluk nisannya.
“Oppa, mianhae, mianhae, mianhae. Disaat kau bersusah payah mencari donor untukku, aku malah marah padamu. Mianhae… jeongmal mianhae…”
I know you’re in a better place, yeah
But I wish that I could see your face, oh
I know you’re where you need to be
Even though it’s not here with me

“Jeongmal saranghae, Jaejoong oppa…”


FIN
Maaf kalo jelek-_-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar